Minggu, 16 Oktober 2011

Mekarnya Bisnis Tahu Pelangi



Bisnis yang ditekuni Rudik Setiawan mungkin tergolong sederhana. Sejak 2004 ia memproduksi dan memasarkan tahu. Namun anak muda warga Desa Klampok, Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur ini mencoba keluar dari pakem bisnis tahu biasa dengan memproduksi tahu organik.


Pada awalnya, pilihan pemuda 26 tahun ini dianggap terlalu berani. Pasalnya, bahan yang diperlukan untuk membuat tahu organik terhitung mahal. Sementara keuntungan dari usaha ini paling banyak 15 hingga 20 persen.

Namun Rudik tetap yakin pada pilihan bisnisnya. Kini, dalam satu hari, ia bisa menghabiskan empat kwintal kedelai organik serta menghasilkan 2.000 hingga 2.500 potong tahu. Tak hanya dijual ke pasar tradisional di seantero Malang, tahu pelangi juga dipajang di supermarket untuk mengincar konsumen kelas menengah-atas. Dari usaha ini, Rudik bisa mengantongi untung rata-rata Rp 3 - 4 juta per hari.

Inovasi membuat tahu organik itu tidak lahir begitu saja. Rudik sendiri sebelumnya juga pernah menjadi bagian dari proses produksi tahu konvensional dengan berbagai problemanya. Desa Klampok, tempat Rudik tinggal, merupakan sentra pengusaha tahu yang telah ber-produksi selama bertahun-tahun.

Pada 2001, Rudik mengajak beberapa kawan di desanya berkolaborasi membuka usaha produksi tahu. Modal awal mereka Rp 25 juta. Usaha sempat berjalan normal, bahkan mendatangkan untung. Tetapi, lantaran berbagai problem, di antaranya harga kedelai yang naik turun, bisnis mereka hancur pada awal 2004.

Rudik tak menyerah. Tepat 29 Mei 2004, ia kembali dengan memproduksi tahu organik. Semangat bisnis baru itu ia namai dalam satu slogan ITRDS, kependekan dari Industri Tahu Rudik Setiawan.

Modal Kepercayaan

Dari mana Rudik mendapatkan modal? "Saya memang bangkrut, bahkan berhutang puluhan juta. Tapi saya masih punya jaringan pasar, saya masih percaya diri dan dipercaya orang. Itulah modal saya," katanya. Dengan modal ini, Rudik bisa mendapat-kan semua yang dibutuhkan untuk memproduksi tahu.

Tahu organik menjadi pilihan mahasiswa pascasarjana jurusan agrobisnis Universitas Muhammadiyah Malang itu karena menyadari konsumen makin mementingkan sisi kesehatan dari produk yang dimakan. Tahu organik unggul dari sisi ini karena proses pembuatannya tidak menggunakan bahan kimia. Tahu organik juga tidak terlihat putih dibanding tahu biasa karena memang tidak menggunakan pemutih. "Tahu organik juga cepat mekar saat digoreng sehingga proses penggorengan bisa lebih cepat," terang 

Dalam sistem produksi, ia memilih air yang berkualitas dan membuat instalasi pengolahan limbah. Untuk menekan biaya produksi, Rudik merancang sendiri mesin penggiling yang lebih efisien. Begitu juga dengan pola pengemasan produk. "Saya habiskan waktu beberapa minggu un-tuk bisa menemukan teknik pembungkusan tahu agar awet dan menarik," kata Rudik.

Limbah produksi tahu Rudik juga ramah lingkungan. Ia membuktikan dengan mengalirkan limbah ke sawah milik orangtuanya dan justrumeningkatkan volume produksi padi. "Saya juga mulai mengembangkan limbah itu menjadi nata de soya dan biogas," kata pemenang kedua Penghargaan Wirausaha Mandiri 2009 kategori Alumni dan Pascasarjana bidang usaha Industri dan Jasa ini.

Oleh Bank Mandiri, Rudik jugadiikutkan sejumlah training pengembangan usaha dan pameran untuk mempromosikan produknya. "Saya semakin terlatih dalam sistem pengelolaan bisnis yang profesional setelah mengikuti beberapa pelatihan manajemen bisnis yang digelar Bank Mandiri," kata Rudik menambahkan. inforial

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes